Saturday, October 13, 2012

Ternyata Semakin Banyak Pilihan,Semakin Tidak Baik

Orang yang memakai cara pikir "yang penting bagus", biasanya akan lebih bahagia.

Anda pernah pergi ke mal dengan niat membeli satu barang, kemudian pulang dengan tangan hampa, atau membawa satu barang yang sebenarnya bukan pilihan serta akan disesali setelah seminggu memakainya? Apa yang terjadi saat Anda membelinya? Mungkin terlalu banyak pilihan menjadi salah satu penyebabnya.

Menurut psikolog dari Swarthmore College, Barry Schwartz, terlalu banyak pilihan dapat membuat Anda malah ujung-ujungnya tidak bahagia. Dalam bukunya berjudul The Paradox of Choice, Schwartz menjelaskan bahwa kesulitan memilih ini tidak hanya dalam membeli satu-dua barang, melainkan dalam segala aspek kehidupan kita. Mulai dari memilih kursus untuk anak hingga menentukan menu makanan. "Orang yang dihadapkan pada begitu banyak pilihan akan cenderung menghabiskan waktu untuk melakukan pembelian yang tidak diinginkan. Bahkan, bisa jadi orang itu akan mempertanyakan kembali keputusan yang telah diambil," jelas Schwartz.

Begitu juga halnya dengan masalah informasi. "Semakin banyak info yang Anda dengar tentang merek produk tertentu, seperti makanan atau minuman, semakin sulit Anda menentukan pilihan," kata Jacob Jacoby, profesor di bidang marketing dari New York University, Stern School of Business.

Schwartz menambahkan bahwa orang yang selalu mencoba menelusuri setiap kemungkinan yang ada biasanya tidak akan bahagia. Sementara, orang yang memakai cara pikir "yang penting bagus", biasanya akan lebih bahagia. "Ada baiknya Anda bertanya saja pada orang yang pakar tentang barang yang mau dibeli. Misalnya, saat membeli ponsel baru, coba tanya teman yang mengerti teknologi dan mintalah dia memilihkan untuk Anda. Dengan begitu, Anda tidak perlu menghabiskan waktu dua minggu keliling-keliling toko, membaca review di internet, lalu membeli sesuatu yang kemudian disesali," anjur Schwartz.

No comments:

Post a Comment