Pencipta boneka si Unyil, Drs Suyadi alias Pak Raden, punya cerita di balik sosok Unyil yang memakai sarung dan peci. Menurut Pak Raden, sarung dan peci disematkan di Unyil sebagai ciri khas anak Indonesia.
“Supaya terlihat Indonesia, kasih saja peci. Kasih baju koko, selempang sarung. Supaya orang jangan mengira ini anak Filipina, anak Myanmar, atau anak mana. Kalau peci, sarung itu pasti Indonesia,” kata Pak Raden, Ahad, 11 Maret 2012.
Pada 1979, Direktur Perum Produksi Film Negara G Dwipayana menggagas sebuah film untuk anak-anak Indonesia. Dwipayana akhirnya menggandeng Pak Raden dan Kurnain Suhardiman. Pak Raden dan Kurnain mengusulkan film boneka dan disetujui Dwipayana.
Sebelum diajak bekerja sama dengan PFN, Kurnain pernah membuat cerita bersambung dengan tokoh utama Unyil. Saat itu, Kurnain masih remaja. Akhirnya Kurnain mengusulkan agar Unyil menjadi tokoh sentral di film boneka itu.
Karena merupakan penulis dan sutradara, Kurnain mendapat tugas menulis cerita Si Unyil. Sedangkan, Pak Raden membuat boneka dan desainnya. Pak Raden pun mengonsep sosok si Unyil.
“Unyil tuh anak Indonesia. Dia enggak boleh mancung. Dia enggak boleh putih. Harus sawo matang. Raut mukanya harus Indonesia. Jangan sampai mirip indo-indo. Itu dari visual bentuknya,” ujar Pak Raden.
Setelah 33 tahun menciptakan boneka si Unyil, Pak Raden belum mendapat sepeser pun royalti dari Si Unyil. Karena itu, Pak Raden saat ini berupaya memperoleh hak cipta si Unyil dari Perum Produksi Film Negara (PFN).
Ketika ditanya upaya Pak Raden memperoleh hak cipta Si Unyil, Manajer Administrasi Umum PFN E.M. Rasyid berkata, “Dulu kan yang membiayai proses produksi awal Unyil itu adalah PFN. Segala macam penelitian segala macam itu dibiayai oleh PFN. Yang jelas, ada peraturan dan undang-undang itu yang mengatakan bahwa apabila dilakukan penelitian segala macam. Jadi yang mempunyai hak royalti adalah orang yang membiayainya.”
Sementara itu, Direktur PFN Endarjono menanggapi upaya Pak Raden dengan berkata, ”Hak cipta itu ada di PFN dan hak cipta itu tidak ada masa berlakunya. Jadi berlakunya selamanya.”
“Supaya terlihat Indonesia, kasih saja peci. Kasih baju koko, selempang sarung. Supaya orang jangan mengira ini anak Filipina, anak Myanmar, atau anak mana. Kalau peci, sarung itu pasti Indonesia,” kata Pak Raden, Ahad, 11 Maret 2012.
Pada 1979, Direktur Perum Produksi Film Negara G Dwipayana menggagas sebuah film untuk anak-anak Indonesia. Dwipayana akhirnya menggandeng Pak Raden dan Kurnain Suhardiman. Pak Raden dan Kurnain mengusulkan film boneka dan disetujui Dwipayana.
Sebelum diajak bekerja sama dengan PFN, Kurnain pernah membuat cerita bersambung dengan tokoh utama Unyil. Saat itu, Kurnain masih remaja. Akhirnya Kurnain mengusulkan agar Unyil menjadi tokoh sentral di film boneka itu.
Karena merupakan penulis dan sutradara, Kurnain mendapat tugas menulis cerita Si Unyil. Sedangkan, Pak Raden membuat boneka dan desainnya. Pak Raden pun mengonsep sosok si Unyil.
“Unyil tuh anak Indonesia. Dia enggak boleh mancung. Dia enggak boleh putih. Harus sawo matang. Raut mukanya harus Indonesia. Jangan sampai mirip indo-indo. Itu dari visual bentuknya,” ujar Pak Raden.
Setelah 33 tahun menciptakan boneka si Unyil, Pak Raden belum mendapat sepeser pun royalti dari Si Unyil. Karena itu, Pak Raden saat ini berupaya memperoleh hak cipta si Unyil dari Perum Produksi Film Negara (PFN).
Ketika ditanya upaya Pak Raden memperoleh hak cipta Si Unyil, Manajer Administrasi Umum PFN E.M. Rasyid berkata, “Dulu kan yang membiayai proses produksi awal Unyil itu adalah PFN. Segala macam penelitian segala macam itu dibiayai oleh PFN. Yang jelas, ada peraturan dan undang-undang itu yang mengatakan bahwa apabila dilakukan penelitian segala macam. Jadi yang mempunyai hak royalti adalah orang yang membiayainya.”
Sementara itu, Direktur PFN Endarjono menanggapi upaya Pak Raden dengan berkata, ”Hak cipta itu ada di PFN dan hak cipta itu tidak ada masa berlakunya. Jadi berlakunya selamanya.”
No comments:
Post a Comment